Pudarnya Sejarah Dan Budaya Aceh Likok Pulo



    Aceh Merupakan Provinsi yang memilik berbagai suku dan budaya, salah satu budaya yang   berada di Aceh yaitu Likok Pulo. Likok Pulo adalah sebuah tarian yang berasal dari Pulo Aceh, namun banyak yang tidak mengetahui tentang sejarah Likok Pulo itu sendiri, sehingga terjadi pengkreasian tarian likok Pulo yang menyebabkan tarian Likok Pulo asli tidak dikenal luas olah masyarakat Aceh sendiri. Tidak terkecuali di era Milenial sekarang yang menyebabkan budaya asing terus berkembang di kalangan masyarkat, sehingga memungkinkan budaya Likok Pulo Sendiri Terancam Pudar.

     Berikut adalah sejarah mengenai tarian likok Pulo, yang memungkinkan dapat menambah pengetahuan masyarakat milenial tentang tari Likok Pulo tersebut.  Info ini kami dapatkan dari seorang seniman Likok Pulo yang berasal dari Pulo Aceh generasi ke 5 bernama Nurmairi (Syech Bit).

     Likok merupakan salah satu  tarian yang  berada di Aceh (khususnya Aceh Besar kec. Pulo Aceh)  yang di ciptakan oleh seorang Ulama yang berasal dari Arab yaitu Syech Ahmad Badroen sekitar tahun 1845. Pada masa itu beliau berlayar ke Aceh untuk berdagang rempah-rempah. Namun ketika sampai di Aceh,  Syech tersebut Melihat keadaan Aceh sedang dijajah oleh Serdadu Belanda. Kemudian beliau memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai pedagang dan memulai untuk berjihad.

    Seiring dengan masa penjajahan tersebut,  Syech ahmad memasuki dayah di Aceh untuk mensyiarkan ajaran islam, hingga beliau diketahui oleh Belanda. Ketika mereka mengetahui bahwa syech sedang mensyiarkan Agama islam, Belanda pun mengirim 10 elitnya untuk menangkap syech, alhasil mereka pun berhasil menangkap Syech Ahmad Badron, beliau di tahan selama beberapa pekan, pada masa tahanan syech di ajak oleh Belanda untuk bergabung bersama mereka dengan bayaran apapun yang diinginkan syech akan dituruti, mereka menawarkan wanita, tahta, harta. Namun sayangnya syech tidak memiliki ketertarikan untuk kesenangan semata-mata tersebut, bahkan beliau mengatakan “daripada Hidup berlumurkan harta haram lebih baik mati berlumurkan kalang (daki)”.

      Mendengar jawaban tersebut, Belanda pun marah sehingga syech diikat di bawah kapal dengan menggunakan rantai, namun sebelum di ikat, syech meminta syarat pada pada Belanda untuk tidak melihatnya selama 7 hari pada masa beliau terikat tersebut. Belandapun memenuhi permintaan syech tersebut. Setelah 7 hari Belanda kembali melihat rantai yang di ikat pada syech tersebut, namun syech tidak berada di rantai itu, mereka hanya melihat pohon pisang yang terikat pada rantai tersebut. Meyakini bahwa syech berubah wujud menjadi pohon pisang tersebut mereka menembaki pohon tersebut,  sementara itu syech terdampar di sebuah pulau yaitu Pulo Aceh tepatnya di gampong Ulee Paya, beberapa bulan tinggal di gampong  Ulee Paya syech bekerja di kebun penduduk warga setempat dengan menjadi pengupas kelapa dan juga menjadi nelayan. 

      Setelah bekerja menjadi pengupas kelapa dan nelayan, syech banyak melihat perbuatan jahil warga setempat, seperti Berjudi. Mencuri. Mengganggu istri orang, dll. Melihat kejadian tersebut syech tidak berani menegur langsung, dikarnakan beliau hanyalah seorang pendatang, semenjak itulah syech memikirkan bagaimana cara mengubah akhlak warga setempat, cara satu-nya yang syech lakukan adalah dengan mengajarkan  sebuah tarian yaitu LIKOK.

        Likok adalah singkatan yang di ambil dari gerakan shalat yaitu Lurus, I’tidal, Jongkok, gerakan likok di ambil dari kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh warga setempat, dan didalam syair likok terdapat syiar (dakwah). Maka oleh sebab itu disetiap syair terdapat sebutan nama-nama Allah , 

Di antaranya adalah;

Ihum Allah allah mekru mekru
 Semangat lam bungong ka insen
 Ihum Allah allah buda-buda ya jamen
Lam ka jangket teuma“


Dalam gerakan tersebut penari mengangkat tangan dengan memohon doa  kepada Allah.


 “Sinyak top gapu ale bak murong
Sinyak top tepong ale bak jeumpa
Ya allah badan bang senut rupa bantan lon
Merumpokngeun lon bak woe sikula”
Dalam gerakan tersebut penari memperagakan kegiatan warga yaitu menumbuk padi (top Tepong). Dengan mengilustrasikan tangan yang di angkat sebagai ale (penumbuk padi dan sejenisnya), dan tengan yang satu lagi sebagai lesong (lesung)



Dan masih banyak gerakan dan syair lainnya seperti:
Areh  guda prang
Jak lon timang
Burak menari
Aroeh pulo penang
Sabe gura
Masa prang khandak
Peuget lampoh
Dayong-dayong
Syech Ahmad Baidehon



Likok Adalah Tarian yang identik dengan syiar Islaminya, oleh sebab itu dalam tarian Likok Pulo tidak ada penggunaaan instrumen selain Rapa’i. Selain itu didalam likok pulo tidak ada gerakan menepuk tangan dan menjentikkan jari, karna menurut ulama-ulama yang terdahulu gerakan tersebut adalah gerakan yang takabur, oleh sebab itu dalam tari likok pulo digunakan properti lain yaitu Boh Likok ( buah likok ). Boh likok adalah  kayu  yang dilobangi di bagian tengah yang memungkinkan jari bagian tengah dan telunjuk dapat masuk kedalamnya.





Boh Likok terbuat dari Bak Tho Ie (Bahasa Aceh) yang memungkinkan agar tidak mudah pecah saat di di mainkan 



pada hari pertama mengajarkan tari syech hanya memiliki 2 orang murid, selesai latihan syech menyuruh muridnya untuk mengajak teman muridnya mengikuti tarian tersebut, lama kelamaan murid syech pun bertambah, di sela-sela mengajarkan tarian, syech menyampaikan dakwahnya, bahwa “mencuri adalah hal yang tidak baik, bagaimna jika orang lain mencuri milikmu? Apakah kamu akan marah terhadapnya?” Begitupun dengan hal-hal lainnya. Mendengar pencerahan dari syech Perlahan-lahan wargapun tersadar dan meninggalkan perbuatan jahil tersebut. 

 Setelah beberapa  tahun tinggal di Pulo Aceh, syech mendengar kabar buruk, bahwa mesjid kebanggaan warga aceh yaitu Mesjid Raya Baiturrahman di bakar oleh Belanda, ttidak menunggu lama syech meminta sebuah perahu kepada warga untuk pergi ke Banda Aceh yang pada masa itu disebut Kuta Raja, entah bagaimanya syech tersebut bisa mendayung sebuah perahu melewati arus yang dikenal memiliki arus yang cukup deras yaitu arus lampuyang (Aroeh Lampuyang) dan Arus Raya (Aroeh Raya). Dengan izin Allah SWT syech tiba di Kuta Radja. Sesampainya di  Kuta Radja,  syech melihat Bekas mesjid yang terbakar tersebut. Kemudian syech meninggalkan tempat tersebut dan kembali berdakwah. 

 Setelah kejiadian tersebut Syech tidak diketahui keberadaanya oleh warga Pulo Aceh. Namun sebelum sepeninggalannya syech sempat menitipkan pesan kepada salah satu warga pulo bahwa akan Lahir sebuah tarian adik daripada Likok Pulo Yang Bernama Ratoh Taloe. Ratoh Taloe adalah sebuah tarian yang berasal dari Lhoeng. Ratoh Taloe diciptakatan sekitar 15 tahun lebih awal daripapada Likok Pulo.

 Dengan di tulisnya blog ini harapan kami supaya sejarah Likok Pulo bisa dikenal luas oleh masyarakat dan kalangan milenial. Agar tidak terjadinya pengkreasian gerakan dan syair yang menyebabkan Tarian  ini terancam pudar keasliannya.

Sumber, Nurmairi (Syech Bit), 50 thn, Pulo Nasi, Kab Aceh Besar, Aceh